ULUMUL QURAN & TAFSIR
I. Pengertian Al-Quran
Al-Quran adalah firman /
kalam Allah yang merupakan mukjizat, diturunkan berupa wahyu kepada Rasulullah
Muhammad saw. dikumpulkan pada satu
mushaf mulai dari surat
Al-Fatihah sampai surat An-Naas dan dinukil kepada kita secara mutawatir,
membaca dan mempelajarinya nya merupakan ibadah yang mendapat pahala.
Nama atau sebutan lain bagi Al-Quran
:
1. Al-Kitab buku yang tertulis-
disebutkan dalam QS Ad-Dukhan, ayat 2 : Demi Kitab (Al- Quran) yang menjelaskan
2. Adz-Dzikra
peringatan- disebutkan dalam QS Al-Hijr, ayat 9 : Sesungguhnya kamilah yang
menurunkan adz-Dzikra (Al-Quran) dan sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya.
3. Al-Qaul ucapan- disebutkan dalam
QS Al-Qashash ayat 51 : Dan sesungguhnya telah kami turunkan berturut-turut
perkataan ini (Al-Quran) kepada mereka agar mereka mendapat pelajaran.
4. Al-Kalam -firman- disebutkan
dalam QS At-Taubah ayat 6 : Dan jika diantara orang-orang musyrikin itu meminta
perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar Kalam
Allah (Al-Quran), kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian
itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengerti.
5. At-Tanzil yang
diturunkan- disebutkan dalam QS Asy-Syuara ayat 192 : Dan sesungguhnya
(Al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh tuhan semesta alam.
6.
Al-Furqan pembeda- disebutkan dalam QS Al-Furqan ayat 1 : Maha suci Allah yang
telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar dia memberi
peringatan kepada seluruh alam.
7.
Ar-Ruh jiwa- disebutkan dalam QS Asy-Syura ayat 42 : Dan demikianlah Kami
wahyukan kepadamu Ruh (Al-Quran) dengan perintah Kami.
8.
Al-Balagh penyampaian- disebutkan dalam QS Ibrahim ayat 52 : (Al-Quran) ini
adalah penyampaian yang cukup kepada manusia supaya mereka diberi peringatan
dengan dia.
9.
Al-Basahair pedoman- disebutkan dalam QS Al-Jatsiyah ayat 20 : (Al-Quran) ini
adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.
10.
Al-Bayan penerangan- disebutkan dalam QS Ali Imron ayat 138 : (Al-Quran) ini
adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa.
11.
An-Nur cahaya- disebutkan dalam QS An-Nisa ayat 174 : Hai manusia sesungguhnya
telah datang kepadamu bukti kebenaran dari tuhanmu dan telah Kami turunkan
kepadamu cahaya (Al-Quran) yang terang benderang.
12.
Al-Huda petunjuk- disebutkan dalam QS At-Taubah ayat 33 : Dia lah yang telah
mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar.
Sebutan
lain untuk Al-Quran yang berupa sifat :
1.
Nur (cahaya) QS An Nisa : 174.
2.
Huda (petunjuk), syifa (obat), Rahmat dan Mauizah (nasehat) QS Yunus : 57.
3.
Mubin (yang menerangkan) QS Al-Maidah : 15.
4.
Mubarak (yang diberkati) QS Al-Anam : 92.
5.
Busyra (khabar gembira) QS Al-Baqoroh : 97.
6.
Azis (mulia) QS Fussilat : 41.
7.
Majid (yang dihormati) QS Al-Buruj : 21.
8.
Basyir (pembawa khabar gembira) dan nadzir (pembawa peringatan) QS Fussilat :
3-4.
Perbedaan
Al-Quran dengan Hadis Qudsi :
1.
Al-Quran adalah mukjizat dan mengandung tantangan kepada seluruh manusia dan
Jin yang mereka semua tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al-Quran
walau satu ayat pun. Sedangkan hadis qudsi bukan merupakan mukjizat dan tidak
mengandung tantangan.
2.
Seluruh isi Al-Quran dinukil secara mutawatir dan qothi, sedangkan hadis qudsi
kebanyakan adalah khabar ahad yang sebatas dzan (dugaan).
3.
Al-Quran semuanya berasal dari Allah baik makna maupun redaksi lafalnya,
sedangkan hadis qudsi maknanya saja dari Allah, sedangkan redaksi lafalnya dari
Rasulullah atau dari periwayat hadis.
4.
Perlakuan terhadap Al-Quran yaitu : dilarang menyentuhnya bagi yang berhadas
kecil, dilarang membacanya bagi yang ber hadas besar, tidak berlaku bagi hadis
qudsi.
5.
Membaca Al-Quran setiap hurufnya mendatangkan pahala, sedang membaca hadis
qudsi tidak.
Kandungan
Al-Quran
1.
Doktrin Itikad dan akidah.
2.
Hukum-hukum ibadah, muamalah, munakahat, Uqubat (sanksi)
3.
Hukum halal-haram.
4.
Janji (khabar gembira) dan ancaman (peringatan).
5.
Science Ilmiah.
6.
Kisah kisah.
Pem-Wahyu-an
Al-Quran
Wahyu
adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada salah seorang Nabi/Rasul-Nya,
mengenai hukum syariat dan sejenisnya, yang bila tersusun dalam lembaran
(luh/mushaf) disebut sebagai kitab suci.
Cara
turunnya wahyu kepada Rasulullah :
1.
Melalui mimpi yang benar (ruyah shadiqah)
2.
Dihembuskan oleh Malaikat Jibril kedalam hati Rasulullah.
3.
Malaikat Jibril menjelma sebagai seorang laki-laki yang menyampaikan wahyu
kepada Rasulullah dengan kata-kata.
4.
Malaikat Jibril menyampaikan wahyu dalam bentuknya yang asli (mempunyai 600
sayap).
5.
Malaikat Jibril menyampaikan wahyu dalam bentuk seperti gemerincingnya lonceng.
Ini cara penerimaan wahyu yang paling berat, sampai-sampai Rasulullah
berpeluh-keringat ketika menerima wahyu berupa gemerincingnya lonceng ini.
6.
Allah berbicara secara langsung dari balik tabir (saat Isra Miraj). Sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah : Dan tiada seorang manusiaa pun Allah akan
berbicara kepadanya, kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari balik tabir
atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Dia sungguh Maha Tinggi dan Maha Bijaksana
(QS Asy-Syura [42] : 51)
Semua
ucapan Rasulullah adalah kebenaran, jaminan ini didasarkan pada firman Allah :
Apa
yang diucapkannya itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya (QS
An-Najm [53] : 4).
Katakanlah
: Tidaklah patut bagiku untuk menggantikannya dari pihak diriku sendiri. Aku
tidak mengikuti kecuali yang diwahyukan kepadaku (QS Yunus [10] : 15).
II.
Turunnya Al-Quran
Allah
berfirman dalam Al-Quran :
Bulan
Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang
haq dengan yang batil (QS Al-Baqarah [2] : 185).
Sesungguhnya
Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada malam lailatul qodar (QS Al-Qadr [97] :
1).
Sesungguhnya
Kami menurunkan (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi (QS Ad-Dukhan [44] :
3)
Ketiga
ayat diatas tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah malam
lailatul qadr dalam bulan Ramadhan. Tetapi zahir ayat-ayat ini bertentangan
dengan kenyataan bahwa ayat-ayat Al-Quran turun kepada Rasulullah tidak selalu
dalam waktu malam dan pada malam lailatul qadr dan tidak selalu pada bulan
Ramadhan.
Ada
3 (tiga) pendapat tentang cara turunnya Al-Quran :
Pertama
: Pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan Al-Quran diturunkan secara langsung dari
Lauhful Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) secara sekaligus pada malam
lailatul qadr di bulan Ramadhan, kemudian sesudah itu Al-Quran diturunkan dari
Baitul Izzah kepada Rasulullah secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun.
Kedua
: Pendapat Asy-Syabi, seorang tabiin besar, guru Imam Abu Hanifah. Yang
dimaksud Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadr yang diberkahi pada bulan
Ramadhan adalah permulaannya saja, kemudian turunnya itu berlanjut sesudah itu
secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang
lebih 23 tahun
Ketiga
: Pendapat sebagian mufasirin, Al-Quran diturunkan ke langit dunia selama 23
malam lailatul qadr pada masing-masing tahun. Jadi pada satu malam lailatul
qadr diturunkan Al-Quran untuk masa genap satu tahun, demikian seterusnya tiap
tahun sampai kurang lebih 23 tahun.
Pendapat
pertama dan kedua dapat dikompromikan dan pendapat inilah yang dianut oleh
jumhur ulama.
Hikmah
turunnya Al-Quran secara bertahap :
1.
Menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah.
2.
Mukjizat dan tantangan
3.
Mempermudah hafalan dan pemahaman.
4.
Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan penerapan hukum.
5.
Membuktikan Al-Quran datang dari sisi Allah. Selama rentang waktu turunnya
Al-Quran yang begitu panjang tetap ditemui keserasian dan keterkaitan antar
ayat-ayatnya dan tidak ditemukan pertentangan sedikitpun didalamnya.
Ayat
yang pertama kali diturunkan :
1.
Ayat yang pertama kali diturunkan di Makkah adalah surat Al-Alaq [96] dan yang
pertama kali diturunkan di Madinah adalah surat Al-Baqarah [2].
2.
Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai peperangan adalah surat Al-Haj [22]
ayat 39.
3.
Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai khamr adalah surat Al-Baqarah [2]
ayat 219.
4.
Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai sajdah (sujud tilawah) adalah surat
An-Najm [53].
5.
Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai mengatur makanan di Makkah adalah
surat Al-Anam [6] ayat 145.
6.
Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai mengatur makanan di Madinah adalah
surat Al-Baqarah [2] ayat 173.
Ayat
yang terakhir kali diturunkan :
Ada
beberapa pendapat yang berbeda mengenai ayat mana yang terkahir diturunkan,
diantaranya :
1.
An-Nisa [4] ayat 176 tentang kalalah, berdasarkan atsar dari Barra Bin Azib
yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim.
2.
Al-Baqarah [2] ayat 278 tentang riba, berdasarkan atsar dari Ibnu Abbas yang
diriwayatkan oleh Bukhary.
3.
Al-Baqarah [2] ayat 281, berdasarkan atsar dari Ibnu Abbas dan Said Bin Jubair
yang diriwayatkan oleh An-Nasai dan lain-lain.
4.
Al-Baqarah [2] ayat 282 tentang menuliskan hutang, berdasarkan atsar dari Said
Bin Al Musayyab.
5.
At-Taubah [9] ayat 128, berdasarkan atsar dari Ubay Bin Kaab dalam kitab
Al-Mustadrak
6.
Ali Imran [3] ayat 195, berdasarkan atsar dari Ummu Salamah yang diriwayatkan
oleh Ibn Mardawaih.
7.
An-Nisa [4] ayat 93 tentang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, berdasarkan
atsar dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhary dan yang lain.
Pendapat
yang paling kuat dan banyak diikuti jumhur ulama adalah empat pendapat yang
pertama.
III.
Sejarah Pembukuan Al-Quran
i.
Masa Rasulullah
Pada
masa Rasulullah ayat Al-Quran yang turun dihafal oleh beliau Sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya
(QS Al-Qiyamah [75] : 17-18). Oleh karena itu beliau merupakan hafidz (penghafal)
Al-Quran yang pertama dan maha guru pemberi contoh panutan paling baik bagi
para sahabat dalam menghafalnya. Dalam sahih Bukhary dalam tiga riwayat
disebutkan ada tujuh hafidz dari kalangan sahabat yang hafal Al-Quran, yaitu :
1.
Abdullah bin Masud
2. Salim Bin Maqal maula Abu Huzaifah.
3. Muaz Bin Jabal.
4. Ubay Bin Kaab.
5. Zaid Bin Tsabit.
6. Abu Zaid Bin Sakan.
7. Abu Darda.
2. Salim Bin Maqal maula Abu Huzaifah.
3. Muaz Bin Jabal.
4. Ubay Bin Kaab.
5. Zaid Bin Tsabit.
6. Abu Zaid Bin Sakan.
7. Abu Darda.
Ke-tujuh
penghafal Al-Quran diatas adalah para sahabat yang hafal Al-Quran diluar kepala
yang menunjukkan hafalannya dihadapan Nabi dan sanadnya sampai kepada kita
melalui riwayat Bukhary. Sedangkan kenyataannya setelah Rasulullah wafat,
jumlah penghafal (hafidz) Al-Quran dikalangan sahabat terus bertambah. Untuk
melukiskan hal itu dapat diketahui dari keterangan Al-Qurtubi : Telah terbunuh
tujuh puluh orang qari pada perang Yamamah; dan terbunuh pula pada masa Nabi
sejumlah itu dalam peristiwa pembunuhan di sumur Maaunah.
Rasulullah
telah mengangkat beberapa penulis Al-Quran dari sahabat-sahabat terkemuka,
seperti : Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah Bin Abi Sufyan, Ubay Bin Kaab dan Zaid
Bin Tsabit. Bila ayat Al-Quran turun beliau memerintahkan mereka menuliskannya
dan menunjukkan tempat ayat tersebut didalam surat, sehingga penulisan pada
lembaran itu membantu penghafalan didalam hati (diluar kepala). Disamping itu
sebagian sahabat menuliskan ayat Al-Quran yang turun itu dengan kemauan sendiri
tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskan ayat Al-Quran pada pelepah kurma,
lempengan batu, daun lontar, kulit binatang atau kulit kayu, pelana, potongan
tulang belulang binatang. Dalam Al Mustadrak, Hakim meriwayatkan bahwa Zaid Bin
Tsabit berkata : kami menuliskan ayat-ayat Al-Quran pada kulit binatang (sanad
sahih menurut syarat Bukhary dan Muslim).
Pada
masa Rasulullah Al-Quran belum dikumpulkan dalam satu mushaf, karena pada masa
kenabian wahyu masih turun dan Rasulullah masih selalu menanti turunnya ayat
Al-Quran, disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang nasikh (dihapus).
Susunan atau tertib penulisan Al-Quran itu tidak menurut tertib nuzulnya,
tetapi setiap ayat turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk
Nabi, yaitu beliau menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu.
Al-Khattabi berkata : Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf
karena beliau senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum
atau bacaannya.
ii.
Masa Khalifah Abu Bakar Shidiq ra.
Setelah
Rasulullah wafat, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah. Saat itu hampir seluruh
kabilah-kabilah Arab kembali murtad dan sebagian membangkang menolak membayar
zakat, karena mereka mengira kekuatan Islam sudah pudar setelah meninggalnya
Rasulullah. Untuk mengatasi kemurtadan dan pembangkangan khabilah-khabilah Arab
itu Khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukan untuk menundukkan mereka dan menyeru
kembali kepada Islam yang dikenal sebagai perang ridah.
Disamping
itu di daerah Yamamah Arab Selatan- muncul Musailamah Al-Khazab sang pendusta-
yang mengaku sebagai nabi. Khalifah Abu Bakar memeranginya yang dikenal sebagai
perang Yamamah. Pada berbagai peperangan-peperangan tersebut banyak qari dan
pengahafal Al-Quran dari kalangan sahabat nabi yang gugur. Umar Bin Khattab
yang merupakan penasehat utama Khalifah Abu Bakar merasa khawatir Al-Quran akan
punah bersama banyaknya qari yang gugur tersebut. Umar Bin Khattab mengusulkan
agar Al-Quran dikumpulkan dalam satu mushaf.
Mula-mula
Khalifah Abu Bakar menolak usulan itu dengan alasan hal itu tidak dilakukan
oleh Rasulullah dan hal itu tidak diperintahkan oleh Rasulullah. Tetapi Umar
terus membujuk Khalifah Abu Bakar tentang perlunya pembukuan Al-Quran dalam
satu mushaf, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan
umar tersebut. Khalifah Abu Bakar kemudian memanggil Zaid Bin Tsabit dan
memerintahkannya untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Zaid
Bin Tsabit berkata : Mengapa anda berdua ingin melakukan sesuatu yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah ? Abu Bakar menjawab : Demi Allah, itu baik,
Abu Bakar terus membujukku sehingga Allah membukakan hatiku.
Maka
Zaid Bin Tsabit mulai bekerja mengumpulkan tulisan manuskrip Al-Quran dengan
sangat teliti dan hati-hati. Zaid Bin Tsabit meneliti hafalan pemilik catatan
Al-Quran dan mensyaratkan harus ada 2 orang saksi yang menyaksikan bahwa
tulisan manuskrip Al-Quran itu ditulis dihadapan Rasulullah, padahal Zaid Bin
Tsabit sendiri sudah hafal seluruh Al-Quran diluar kepala. Dengan kerja keras,
teliti dan hati-hati akhirnya seluruh Al-Quran berhasil dikumpulkan dalam satu
mushaf dengan tujuh huruf.
Setelah
Abu Bakar wafat, Mushaf tersebut disimpan oleh Khalifah penggantinya yaitu Umar
Bin Khattab. Setelah Khalifah Umar meninggal, Mushaf tersebut disimpan oleh
Hafsah Binti Umar.
C.
Masa Khalifah Usman Bin Affan ra.
Pada
masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar kaum muslimin telah melakukan
penaklukan ke negeri-negeri diluar jazirah Arab seperti, Syam, Iraq, Persia dan
Mesir. Pada masa Khalifah Usman penaklukan masih terus berlangsung.
Ketika
terjadi perang penaklukan Armenia dan Azerbaijan, diantara mujahidin yang ikut
menyerbu itu adalah sahabat nabi Huzaifah Bin Al-Yaman. Beliau melihat banyak
perbedaan diantara pasukan kaum muslimin dalam cara-cara membaca Al-Quran.
Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan, tetapi masing-masing
mempertahankan dan bersikukuh berpegang pada bacaannya masing-masing dan bahkan
sempat saling berselisih dan saling mengkafirkan.
Riwayat
dari Anas, Huzaifah berkata kepada Usman : Selamatkanlah umat ini sebelum
mereka terlibat dalam perselisihan (masalah kitab suci) sebagaimana perselisihan
orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Atsar
dari Abu Qalabah berkata : Pada masa kekhalifahan Usman telah terjadi seorang
guru qiraat mengajarkan qiraat kepada seseorang dan guru yang lain juga
mengajarkan qiraat yang berbeda kepada anak yang lain. Dua kelompok anak-anak
yang belajar qiraat ini pada suatu ketika bertemu dan berselisih dan hal itu
menjalar juga sampai kepada guru-guru mereka. Hal itu akhirnya sampai terdengar
kepada Khalifah Usman, maka ia berpidato : Kalian yang ada dihadapanku teah
berselisih paham dan salah dalam membaca Al-Quran. Penduduk yang jauh dari kami
tentu lebih besar lagi perselisihan dan kesalahannya. Bersatulah wahai
sahabat-sahabat Muhammad, tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf pedoman)
saja !.
Khalifah
Usman kemudian meminjam mushaf yang ada pada Hafsah binti Umar dan
memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Said Bin Ash dan
Abdurrahman Bin Haris untuk menyalinnya. Usman berkata kepada ketiga orang
Quraisy itu : Bila kalian berselisih pendapat dengan Zaid Bin Tsabit tentang
sesuatu dari Al-Quran, maka tulislah dengan logat Quraisy, karena Al-Quran
diturunkan dalam bahasa Quraisy. Merekapun bekerja menyalin Mushaf Abu Bakar
menjadi beberapa mushaf. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa
mushaf, Khalifah Usman mengembalikan mushaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya
Khalifah Usman mengirimkan kesetiap wilayah, masing-masing satu mushaf dan
memerintahkan agar semua manuskrip Al-Quran yang lainnya dibakar.
Ketika
penyalinan mushaf telah selesai, Khalifah Usman menulis surat kepada semua
penduduk daerah yang isinya : Aku telah melakukan yang demikian dan demikian.
Aku telah menghapus apa yang ada padaku, maka hapuskanlah apa yang ada padamu.
Uraian
diatas menunjukkan bahwa penyalinan mushaf pada masa Khalifah Usman ditulis
dengan satu huruf yaitu sesuai dengan dialek Quraisy dan meninggalkan enam
huruf yang lainnya, hal itu untuk keseragaman dan menghindari perselisihan.
Mushaf Usmani inilah yang kemudian dinukil turun temurun secara mutawatir
sampai kepada kita sekarang ini.
Tertib
Ayat dan Surah
Tertib
susunan ayat Al-Quran menurut jumhur adalah taufiqi (ketentuan dari Allah)
bukan ijtihadi Rasulullah atau para penyusun Mushaf Al Quran. As Suyuthi
berkata : Jibril menurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan menunjukkan
kepadanya tempat dimana ayat-ayat itu harus diletakkan dalam surah atau
ayat-ayat yang turun sebelumnya. Lalu Rasulullah memerintahkan kepada para
penulis wahyu untuk menuliskannya di tempat tersebut. Beliau mengatakan kepada
mereka : Letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang didalamnya disebutkan begini
dan begini, atau Letakkanlah ayat ini ditempat anu.
Mengenai
tertib susunan surah, beberapa sahabat nabi ada yang mempunyai mushaf pribadi
yang berbeda tertib susunan surahnya dengan tertib surah mushaf Usmani. Mushaf
Ali disusun berdasarkan urutan nuzulnya, Mushaf Ibnu Masud dimulai dari surah
Al-Baqarah tanpa surah Al-Falaq dan An-Naas. Mushaf Ubay Bin Kaab dimulai
Al-Fatihah, An-Nisa kemudian Ali-Imran, namun demikian Mushaf pribadi sebagian
sahabat tersebut tidak dapat dijadikan pedoman.
Tertib
susunan surah yang disepakati dan umat sudah Ijma (sepakat) adalah tertib
susunan surah mushaf Usman yang dikerjakan secara resmi oleh panitia khusus
yang terdiri dari beberapa sahabat nabi pilihan. Tentang tertib susunan surah
Al-Quran, jumhur ulama mengatakan bahwa tertib susunannya adalah taufiqi.
Al-Kirmani
dalam kitab Al-Burhan mengatakan : Tertib surah seperti yang kita kenal
sekarang ini adalah menurut Allah pada Lauhful Mahfud, Al-Quran sudah menurut
tertib ini. Dan menurut tertib ini pula Nabi membacakan dihadapan Malakikat
Jibril setiap tahun di bulan Ramadhan apa yang telah dikumpulkannya dari Jibril
itu. Pada tahun ke wafatannya Nabi membacakannya dihadapan Jibril dua kali.
As-Suyuthi
mengatakan tertib susunan surah Al-Quran itu taufiqi kecuali surah Al-Anfal dan
At-Taubah, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas : Aku bertanya kepada Usman : Apakah
yang mendorongmu mengambil Anfal yang termasuk katagori masani dan Baraah
(At-Taubah) yang termasuk miin untuk kamu gabungkan keduanya menjadi satu tanpa
kamu tuliskan diantara keduanya Bismillahirrahmaanirrahim, dan kamu pun
meletakaannya pada as-sabut tiwal (tujuh surat panjang) ?, Usman menjawab :
Telah turun kepada Rasulullah surah-surah yang yang mempunyai bilangan ayat.
Apabila ada ayat turun kepadanya, ia panggil beberapa penulis wahyu dan
mengatakan : Letakkanlah ayat ini pada surah yang didalamnya terdapat ayat anu
dan anu. Surah Anfal termasuk surah pertama yang turun di Madinah sedang surah
Baraah termasuk yang terakhir diturunkan. Kisah dalam surah Anfal serupa dengan
kisah dalam surah Baraah, sehingga aku mengirabahwa surah Baraah adalah bagian
dari surah Anfal. Dan sampai wafatnya Rasulullah tidak menjelaskan kepada kami
bahwa surah Baraah merupakan bagian dari surah Anfal. Oleh karena itu, kedua
surah tersebut aku gabungkan dan diantara keduanya tidak aku tuliskan
Bismillahirrahmaanirrahim sera aku meletakkan pula pada as-sabut tiwal.
Surah-surah
dan ayat-ayat Al-Quran
1.
At-Tiwal : adalah tujuh surat awal yang panjang-panjang yaitu : Al-Baqarah, Ali
Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Al-Anam, Al-Araf , ketujuh : Al-Anfal dan At-Taubah
sekaligus, sebagian ada yang mengatakan yang ke-tujuh surah Yunus.
2.
Al-Miun : yaitu surah-surah yang ayat-ayatnya lebih dari seratur atau sekitar
itu.
3.
Al-Masani : yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al-Miun. Dinamakan
Masani, karena surah itu diulang-ulang bacaannya lebih bnayak dari At-Tiwal dan
Al-Miun.
4.
Al-Mufassal : yaitu surah yang dimulai dari surah Qaf, ada pula yang mengatakan
dimulai dari surah Hujarat. Dinamai Mufassal karena banyaknya pemisahan fasl
(pemisahan) dinatara surah-surah tersebut dengan basmallah. Mufassal dibagi
menjadi tiga :
a. Mufassal Tiwal : dimulai dari surah Qaf atau hujurat sampai dengan Amma atau Buruj.
b. Mufassal Ausat : dimulai dari Amma atau Buruj sampai dengan Duha atau Lam Yakun.
c. Mufassal qisar : dimulai dari Duha atau Lam Yakun sampai dengan surah terakhir (An-Naas).
a. Mufassal Tiwal : dimulai dari surah Qaf atau hujurat sampai dengan Amma atau Buruj.
b. Mufassal Ausat : dimulai dari Amma atau Buruj sampai dengan Duha atau Lam Yakun.
c. Mufassal qisar : dimulai dari Duha atau Lam Yakun sampai dengan surah terakhir (An-Naas).
Rasm
Usmani
Yang
dimaksud dengan rasm Usmani adalah bentuk tulisan (khot) Al-Quran hasil kerja
beberapa sahabat Nabi pilihan dalam suatu panitia penyalin mushaf Al-Quran yang
diketuai oleh Zaid Bin Tsabit atas penunjukan Khalifah Usman. Mengenai
penulisan Al-Quran dengan rasm Usmani ini ada beberapa pendapat :
1.
Rasm (bentuk tulisan) dalam mushaf Usmani adalah taufiqi yang wajib dipakai
dalam penulisan Al-Quran. Ini pendapat Ibnul Mubarak dan gurunya Abdul Azis
ad-Dabbag.
2.
Rasm Usmani bukan taufiqi, tapi cara penulisan yang diterima dan menjadi Ijma
umat dan wajib menjadi pegangan seluruh umat dan tidak boleh menyalahinya.
3.
Rasm Usmani hanyalah istilah dan tatacara. Tidak ada dalil agama yang
mewajibkan umat mengikuti satu rasm tertentu dan tidak ada salahnya jika
menyalahi bila orang telah mempergunakan rasm tertentu untuk imla dan rasm itu
tersiar luas diantara mereka. Ini adalah pendapat Abu Bakar Al-Baqalani.
Jumhur
ulama, diantaranya Imam Malik, Imam Ahmad melarang penulisan Al-Quran yang
menyalahi rasm Usmani.
Ijam
(penambahan tanda titik, dll) Rasm Usmani
Mushaf
Usmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan
pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga tidak
memerlukan syakal, harokat dan titik. Ketika Islam sudah menyebar keluar
jazirah Arab dan bahasa Arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya
percampuran dengan bahasa non Arab, maka para penguasa merasa pentingnya ada
perbaikan penulisan mushaf dengan syakal, titik, harokat dan lain lain yang
dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama berpendapat bahwa orang
pertama yang melakukan hal ini adalah Abul Aswad Ad-Duali, peletak pertama
dasar-dasar kaidah bahasa Arab atas petunjuk Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Perbaikan
rasm Usmani berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal berupa titik : fathah
berupa satu titik diatas awal huruf, dammah berupa satu titik diatas akhir
huruf dan kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf. Kemudian terjadi
perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf dan itulah yang dilakukan
oleh Al-Khalil. Perubahan itu adalah fathah adalah dengan tanda sempang diatas
huruf, dammah dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda
serupa (double). Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan
dengan warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan
warna merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin sebelum huruf ba diberi tanda
iqlab ber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar