Minggu, 15 Desember 2013

Ilmu Tafsir Ahlus Sunnah Waljama'ah




ULUMUL QURAN & TAFSIR

I. Pengertian Al-Quran
Al-Quran adalah firman / kalam Allah yang merupakan mukjizat, diturunkan berupa wahyu kepada Rasulullah Muhammad saw. dikumpulkan pada satu
mushaf mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Naas dan dinukil kepada kita secara mutawatir, membaca dan mempelajarinya nya merupakan ibadah yang mendapat pahala.
Nama atau sebutan lain bagi Al-Quran :

1. Al-Kitab buku yang tertulis- disebutkan dalam QS Ad-Dukhan, ayat 2 : Demi Kitab (Al- Quran) yang menjelaskan

2. Adz-Dzikra peringatan- disebutkan dalam QS Al-Hijr, ayat 9 : Sesungguhnya kamilah yang menurunkan adz-Dzikra (Al-Quran) dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.

3. Al-Qaul ucapan- disebutkan dalam QS Al-Qashash ayat 51 : Dan sesungguhnya telah kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Quran) kepada mereka agar mereka mendapat pelajaran.

4. Al-Kalam -firman- disebutkan dalam QS At-Taubah ayat 6 : Dan jika diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar Kalam Allah (Al-Quran), kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengerti.

5. At-Tanzil yang diturunkan- disebutkan dalam QS Asy-Syuara ayat 192 : Dan sesungguhnya (Al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh tuhan semesta alam.

6. Al-Furqan pembeda- disebutkan dalam QS Al-Furqan ayat 1 : Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar dia memberi peringatan kepada seluruh alam.

7. Ar-Ruh jiwa- disebutkan dalam QS Asy-Syura ayat 42 : Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu Ruh (Al-Quran) dengan perintah Kami.

8. Al-Balagh penyampaian- disebutkan dalam QS Ibrahim ayat 52 : (Al-Quran) ini adalah penyampaian yang cukup kepada manusia supaya mereka diberi peringatan dengan dia.

9. Al-Basahair pedoman- disebutkan dalam QS Al-Jatsiyah ayat 20 : (Al-Quran) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.

10. Al-Bayan penerangan- disebutkan dalam QS Ali Imron ayat 138 : (Al-Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.

11. An-Nur cahaya- disebutkan dalam QS An-Nisa ayat 174 : Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari tuhanmu dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya (Al-Quran) yang terang benderang.

12. Al-Huda petunjuk- disebutkan dalam QS At-Taubah ayat 33 : Dia lah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar.

Sebutan lain untuk Al-Quran yang berupa sifat :
1. Nur (cahaya) QS An Nisa : 174.
2. Huda (petunjuk), syifa (obat), Rahmat dan Mauizah (nasehat) QS Yunus : 57.
3. Mubin (yang menerangkan) QS Al-Maidah : 15.
4. Mubarak (yang diberkati) QS Al-Anam : 92.
5. Busyra (khabar gembira) QS Al-Baqoroh : 97.
6. Azis (mulia) QS Fussilat : 41.
7. Majid (yang dihormati) QS Al-Buruj : 21.
8. Basyir (pembawa khabar gembira) dan nadzir (pembawa peringatan) QS Fussilat : 3-4.
Perbedaan Al-Quran dengan Hadis Qudsi :

1. Al-Quran adalah mukjizat dan mengandung tantangan kepada seluruh manusia dan Jin yang mereka semua tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Al-Quran walau satu ayat pun. Sedangkan hadis qudsi bukan merupakan mukjizat dan tidak mengandung tantangan.

2. Seluruh isi Al-Quran dinukil secara mutawatir dan qothi, sedangkan hadis qudsi kebanyakan adalah khabar ahad yang sebatas dzan (dugaan).

3. Al-Quran semuanya berasal dari Allah baik makna maupun redaksi lafalnya, sedangkan hadis qudsi maknanya saja dari Allah, sedangkan redaksi lafalnya dari Rasulullah atau dari periwayat hadis.

4. Perlakuan terhadap Al-Quran yaitu : dilarang menyentuhnya bagi yang berhadas kecil, dilarang membacanya bagi yang ber hadas besar, tidak berlaku bagi hadis qudsi.

5. Membaca Al-Quran setiap hurufnya mendatangkan pahala, sedang membaca hadis qudsi tidak.

Kandungan Al-Quran
1. Doktrin Itikad dan akidah.
2. Hukum-hukum ibadah, muamalah, munakahat, Uqubat (sanksi)
3. Hukum halal-haram.
4. Janji (khabar gembira) dan ancaman (peringatan).
5. Science Ilmiah.
6. Kisah kisah.
Pem-Wahyu-an Al-Quran
Wahyu adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada salah seorang Nabi/Rasul-Nya, mengenai hukum syariat dan sejenisnya, yang bila tersusun dalam lembaran (luh/mushaf) disebut sebagai kitab suci.

Cara turunnya wahyu kepada Rasulullah :
1. Melalui mimpi yang benar (ruyah shadiqah)

2. Dihembuskan oleh Malaikat Jibril kedalam hati Rasulullah.

3. Malaikat Jibril menjelma sebagai seorang laki-laki yang menyampaikan wahyu kepada Rasulullah dengan kata-kata.

4. Malaikat Jibril menyampaikan wahyu dalam bentuknya yang asli (mempunyai 600 sayap).

5. Malaikat Jibril menyampaikan wahyu dalam bentuk seperti gemerincingnya lonceng. Ini cara penerimaan wahyu yang paling berat, sampai-sampai Rasulullah berpeluh-keringat ketika menerima wahyu berupa gemerincingnya lonceng ini.

6. Allah berbicara secara langsung dari balik tabir (saat Isra Miraj). Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah : Dan tiada seorang manusiaa pun Allah akan berbicara kepadanya, kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari balik tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Dia sungguh Maha Tinggi dan Maha Bijaksana (QS Asy-Syura [42] : 51)
Semua ucapan Rasulullah adalah kebenaran, jaminan ini didasarkan pada firman Allah :
Apa yang diucapkannya itu tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya (QS An-Najm [53] : 4).
Katakanlah : Tidaklah patut bagiku untuk menggantikannya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali yang diwahyukan kepadaku (QS Yunus [10] : 15).

II. Turunnya Al-Quran
Allah berfirman dalam Al-Quran :
Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dengan yang batil (QS Al-Baqarah [2] : 185).
Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) pada malam lailatul qodar (QS Al-Qadr [97] : 1).
Sesungguhnya Kami menurunkan (Al-Quran) pada suatu malam yang diberkahi (QS Ad-Dukhan [44] : 3)
Ketiga ayat diatas tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah malam lailatul qadr dalam bulan Ramadhan. Tetapi zahir ayat-ayat ini bertentangan dengan kenyataan bahwa ayat-ayat Al-Quran turun kepada Rasulullah tidak selalu dalam waktu malam dan pada malam lailatul qadr dan tidak selalu pada bulan Ramadhan.
Ada 3 (tiga) pendapat tentang cara turunnya Al-Quran :
Pertama : Pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan Al-Quran diturunkan secara langsung dari Lauhful Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) secara sekaligus pada malam lailatul qadr di bulan Ramadhan, kemudian sesudah itu Al-Quran diturunkan dari Baitul Izzah kepada Rasulullah secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun.
Kedua : Pendapat Asy-Syabi, seorang tabiin besar, guru Imam Abu Hanifah. Yang dimaksud Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadr yang diberkahi pada bulan Ramadhan adalah permulaannya saja, kemudian turunnya itu berlanjut sesudah itu secara bertahap sesuai dengan kejadian dan peristiwa-peristiwa selama kurang lebih 23 tahun
Ketiga : Pendapat sebagian mufasirin, Al-Quran diturunkan ke langit dunia selama 23 malam lailatul qadr pada masing-masing tahun. Jadi pada satu malam lailatul qadr diturunkan Al-Quran untuk masa genap satu tahun, demikian seterusnya tiap tahun sampai kurang lebih 23 tahun.
Pendapat pertama dan kedua dapat dikompromikan dan pendapat inilah yang dianut oleh jumhur ulama.

Hikmah turunnya Al-Quran secara bertahap :
1. Menguatkan dan meneguhkan hati Rasulullah.
2. Mukjizat dan tantangan
3. Mempermudah hafalan dan pemahaman.
4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan penerapan hukum.
5. Membuktikan Al-Quran datang dari sisi Allah. Selama rentang waktu turunnya Al-Quran yang begitu panjang tetap ditemui keserasian dan keterkaitan antar ayat-ayatnya dan tidak ditemukan pertentangan sedikitpun didalamnya.

Ayat yang pertama kali diturunkan :
1. Ayat yang pertama kali diturunkan di Makkah adalah surat Al-Alaq [96] dan yang pertama kali diturunkan di Madinah adalah surat Al-Baqarah [2].
2. Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai peperangan adalah surat Al-Haj [22] ayat 39.
3. Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai khamr adalah surat Al-Baqarah [2] ayat 219.
4. Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai sajdah (sujud tilawah) adalah surat An-Najm [53].
5. Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai mengatur makanan di Makkah adalah surat Al-Anam [6] ayat 145.
6. Ayat yang pertama kali diturunkan mengenai mengatur makanan di Madinah adalah surat Al-Baqarah [2] ayat 173.

Ayat yang terakhir kali diturunkan :
Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai ayat mana yang terkahir diturunkan, diantaranya :
1. An-Nisa [4] ayat 176 tentang kalalah, berdasarkan atsar dari Barra Bin Azib yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim.

2. Al-Baqarah [2] ayat 278 tentang riba, berdasarkan atsar dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhary.

3. Al-Baqarah [2] ayat 281, berdasarkan atsar dari Ibnu Abbas dan Said Bin Jubair yang diriwayatkan oleh An-Nasai dan lain-lain.

4. Al-Baqarah [2] ayat 282 tentang menuliskan hutang, berdasarkan atsar dari Said Bin Al Musayyab.

5. At-Taubah [9] ayat 128, berdasarkan atsar dari Ubay Bin Kaab dalam kitab Al-Mustadrak

6. Ali Imran [3] ayat 195, berdasarkan atsar dari Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh Ibn Mardawaih.

7. An-Nisa [4] ayat 93 tentang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, berdasarkan atsar dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhary dan yang lain.
Pendapat yang paling kuat dan banyak diikuti jumhur ulama adalah empat pendapat yang pertama.

III. Sejarah Pembukuan Al-Quran
i. Masa Rasulullah
Pada masa Rasulullah ayat Al-Quran yang turun dihafal oleh beliau Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya (QS Al-Qiyamah [75] : 17-18). Oleh karena itu beliau merupakan hafidz (penghafal) Al-Quran yang pertama dan maha guru pemberi contoh panutan paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya. Dalam sahih Bukhary dalam tiga riwayat disebutkan ada tujuh hafidz dari kalangan sahabat yang hafal Al-Quran, yaitu :
1. Abdullah bin Masud
2. Salim Bin Maqal maula Abu Huzaifah.
3. Muaz Bin Jabal.
4. Ubay Bin Kaab.
5. Zaid Bin Tsabit.
6. Abu Zaid Bin Sakan.
7. Abu Darda.
Ke-tujuh penghafal Al-Quran diatas adalah para sahabat yang hafal Al-Quran diluar kepala yang menunjukkan hafalannya dihadapan Nabi dan sanadnya sampai kepada kita melalui riwayat Bukhary. Sedangkan kenyataannya setelah Rasulullah wafat, jumlah penghafal (hafidz) Al-Quran dikalangan sahabat terus bertambah. Untuk melukiskan hal itu dapat diketahui dari keterangan Al-Qurtubi : Telah terbunuh tujuh puluh orang qari pada perang Yamamah; dan terbunuh pula pada masa Nabi sejumlah itu dalam peristiwa pembunuhan di sumur Maaunah.
Rasulullah telah mengangkat beberapa penulis Al-Quran dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti : Ali Bin Abi Thalib, Muawiyah Bin Abi Sufyan, Ubay Bin Kaab dan Zaid Bin Tsabit. Bila ayat Al-Quran turun beliau memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut didalam surat, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam hati (diluar kepala). Disamping itu sebagian sahabat menuliskan ayat Al-Quran yang turun itu dengan kemauan sendiri tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskan ayat Al-Quran pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit binatang atau kulit kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Dalam Al Mustadrak, Hakim meriwayatkan bahwa Zaid Bin Tsabit berkata : kami menuliskan ayat-ayat Al-Quran pada kulit binatang (sanad sahih menurut syarat Bukhary dan Muslim).
Pada masa Rasulullah Al-Quran belum dikumpulkan dalam satu mushaf, karena pada masa kenabian wahyu masih turun dan Rasulullah masih selalu menanti turunnya ayat Al-Quran, disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang nasikh (dihapus). Susunan atau tertib penulisan Al-Quran itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi, yaitu beliau menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu. Al-Khattabi berkata : Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf karena beliau senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya.
ii. Masa Khalifah Abu Bakar Shidiq ra.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah. Saat itu hampir seluruh kabilah-kabilah Arab kembali murtad dan sebagian membangkang menolak membayar zakat, karena mereka mengira kekuatan Islam sudah pudar setelah meninggalnya Rasulullah. Untuk mengatasi kemurtadan dan pembangkangan khabilah-khabilah Arab itu Khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukan untuk menundukkan mereka dan menyeru kembali kepada Islam yang dikenal sebagai perang ridah.
Disamping itu di daerah Yamamah Arab Selatan- muncul Musailamah Al-Khazab sang pendusta- yang mengaku sebagai nabi. Khalifah Abu Bakar memeranginya yang dikenal sebagai perang Yamamah. Pada berbagai peperangan-peperangan tersebut banyak qari dan pengahafal Al-Quran dari kalangan sahabat nabi yang gugur. Umar Bin Khattab yang merupakan penasehat utama Khalifah Abu Bakar merasa khawatir Al-Quran akan punah bersama banyaknya qari yang gugur tersebut. Umar Bin Khattab mengusulkan agar Al-Quran dikumpulkan dalam satu mushaf.
Mula-mula Khalifah Abu Bakar menolak usulan itu dengan alasan hal itu tidak dilakukan oleh Rasulullah dan hal itu tidak diperintahkan oleh Rasulullah. Tetapi Umar terus membujuk Khalifah Abu Bakar tentang perlunya pembukuan Al-Quran dalam satu mushaf, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan umar tersebut. Khalifah Abu Bakar kemudian memanggil Zaid Bin Tsabit dan memerintahkannya untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Zaid Bin Tsabit berkata : Mengapa anda berdua ingin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah ? Abu Bakar menjawab : Demi Allah, itu baik, Abu Bakar terus membujukku sehingga Allah membukakan hatiku.
Maka Zaid Bin Tsabit mulai bekerja mengumpulkan tulisan manuskrip Al-Quran dengan sangat teliti dan hati-hati. Zaid Bin Tsabit meneliti hafalan pemilik catatan Al-Quran dan mensyaratkan harus ada 2 orang saksi yang menyaksikan bahwa tulisan manuskrip Al-Quran itu ditulis dihadapan Rasulullah, padahal Zaid Bin Tsabit sendiri sudah hafal seluruh Al-Quran diluar kepala. Dengan kerja keras, teliti dan hati-hati akhirnya seluruh Al-Quran berhasil dikumpulkan dalam satu mushaf dengan tujuh huruf.
Setelah Abu Bakar wafat, Mushaf tersebut disimpan oleh Khalifah penggantinya yaitu Umar Bin Khattab. Setelah Khalifah Umar meninggal, Mushaf tersebut disimpan oleh Hafsah Binti Umar.
C. Masa Khalifah Usman Bin Affan ra.
Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar kaum muslimin telah melakukan penaklukan ke negeri-negeri diluar jazirah Arab seperti, Syam, Iraq, Persia dan Mesir. Pada masa Khalifah Usman penaklukan masih terus berlangsung.
Ketika terjadi perang penaklukan Armenia dan Azerbaijan, diantara mujahidin yang ikut menyerbu itu adalah sahabat nabi Huzaifah Bin Al-Yaman. Beliau melihat banyak perbedaan diantara pasukan kaum muslimin dalam cara-cara membaca Al-Quran. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan bersikukuh berpegang pada bacaannya masing-masing dan bahkan sempat saling berselisih dan saling mengkafirkan.
Riwayat dari Anas, Huzaifah berkata kepada Usman : Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan (masalah kitab suci) sebagaimana perselisihan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Atsar dari Abu Qalabah berkata : Pada masa kekhalifahan Usman telah terjadi seorang guru qiraat mengajarkan qiraat kepada seseorang dan guru yang lain juga mengajarkan qiraat yang berbeda kepada anak yang lain. Dua kelompok anak-anak yang belajar qiraat ini pada suatu ketika bertemu dan berselisih dan hal itu menjalar juga sampai kepada guru-guru mereka. Hal itu akhirnya sampai terdengar kepada Khalifah Usman, maka ia berpidato : Kalian yang ada dihadapanku teah berselisih paham dan salah dalam membaca Al-Quran. Penduduk yang jauh dari kami tentu lebih besar lagi perselisihan dan kesalahannya. Bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf pedoman) saja !.
Khalifah Usman kemudian meminjam mushaf yang ada pada Hafsah binti Umar dan memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Said Bin Ash dan Abdurrahman Bin Haris untuk menyalinnya. Usman berkata kepada ketiga orang Quraisy itu : Bila kalian berselisih pendapat dengan Zaid Bin Tsabit tentang sesuatu dari Al-Quran, maka tulislah dengan logat Quraisy, karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa Quraisy. Merekapun bekerja menyalin Mushaf Abu Bakar menjadi beberapa mushaf. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Khalifah Usman mengembalikan mushaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya Khalifah Usman mengirimkan kesetiap wilayah, masing-masing satu mushaf dan memerintahkan agar semua manuskrip Al-Quran yang lainnya dibakar.
Ketika penyalinan mushaf telah selesai, Khalifah Usman menulis surat kepada semua penduduk daerah yang isinya : Aku telah melakukan yang demikian dan demikian. Aku telah menghapus apa yang ada padaku, maka hapuskanlah apa yang ada padamu.
Uraian diatas menunjukkan bahwa penyalinan mushaf pada masa Khalifah Usman ditulis dengan satu huruf yaitu sesuai dengan dialek Quraisy dan meninggalkan enam huruf yang lainnya, hal itu untuk keseragaman dan menghindari perselisihan. Mushaf Usmani inilah yang kemudian dinukil turun temurun secara mutawatir sampai kepada kita sekarang ini.
Tertib Ayat dan Surah
Tertib susunan ayat Al-Quran menurut jumhur adalah taufiqi (ketentuan dari Allah) bukan ijtihadi Rasulullah atau para penyusun Mushaf Al Quran. As Suyuthi berkata : Jibril menurunkan beberapa ayat kepada Rasulullah dan menunjukkan kepadanya tempat dimana ayat-ayat itu harus diletakkan dalam surah atau ayat-ayat yang turun sebelumnya. Lalu Rasulullah memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskannya di tempat tersebut. Beliau mengatakan kepada mereka : Letakkanlah ayat-ayat ini pada surah yang didalamnya disebutkan begini dan begini, atau Letakkanlah ayat ini ditempat anu.
Mengenai tertib susunan surah, beberapa sahabat nabi ada yang mempunyai mushaf pribadi yang berbeda tertib susunan surahnya dengan tertib surah mushaf Usmani. Mushaf Ali disusun berdasarkan urutan nuzulnya, Mushaf Ibnu Masud dimulai dari surah Al-Baqarah tanpa surah Al-Falaq dan An-Naas. Mushaf Ubay Bin Kaab dimulai Al-Fatihah, An-Nisa kemudian Ali-Imran, namun demikian Mushaf pribadi sebagian sahabat tersebut tidak dapat dijadikan pedoman.
Tertib susunan surah yang disepakati dan umat sudah Ijma (sepakat) adalah tertib susunan surah mushaf Usman yang dikerjakan secara resmi oleh panitia khusus yang terdiri dari beberapa sahabat nabi pilihan. Tentang tertib susunan surah Al-Quran, jumhur ulama mengatakan bahwa tertib susunannya adalah taufiqi.
Al-Kirmani dalam kitab Al-Burhan mengatakan : Tertib surah seperti yang kita kenal sekarang ini adalah menurut Allah pada Lauhful Mahfud, Al-Quran sudah menurut tertib ini. Dan menurut tertib ini pula Nabi membacakan dihadapan Malakikat Jibril setiap tahun di bulan Ramadhan apa yang telah dikumpulkannya dari Jibril itu. Pada tahun ke wafatannya Nabi membacakannya dihadapan Jibril dua kali.
As-Suyuthi mengatakan tertib susunan surah Al-Quran itu taufiqi kecuali surah Al-Anfal dan At-Taubah, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas : Aku bertanya kepada Usman : Apakah yang mendorongmu mengambil Anfal yang termasuk katagori masani dan Baraah (At-Taubah) yang termasuk miin untuk kamu gabungkan keduanya menjadi satu tanpa kamu tuliskan diantara keduanya Bismillahirrahmaanirrahim, dan kamu pun meletakaannya pada as-sabut tiwal (tujuh surat panjang) ?, Usman menjawab : Telah turun kepada Rasulullah surah-surah yang yang mempunyai bilangan ayat. Apabila ada ayat turun kepadanya, ia panggil beberapa penulis wahyu dan mengatakan : Letakkanlah ayat ini pada surah yang didalamnya terdapat ayat anu dan anu. Surah Anfal termasuk surah pertama yang turun di Madinah sedang surah Baraah termasuk yang terakhir diturunkan. Kisah dalam surah Anfal serupa dengan kisah dalam surah Baraah, sehingga aku mengirabahwa surah Baraah adalah bagian dari surah Anfal. Dan sampai wafatnya Rasulullah tidak menjelaskan kepada kami bahwa surah Baraah merupakan bagian dari surah Anfal. Oleh karena itu, kedua surah tersebut aku gabungkan dan diantara keduanya tidak aku tuliskan Bismillahirrahmaanirrahim sera aku meletakkan pula pada as-sabut tiwal.

Surah-surah dan ayat-ayat Al-Quran
1. At-Tiwal : adalah tujuh surat awal yang panjang-panjang yaitu : Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Maidah, Al-Anam, Al-Araf , ketujuh : Al-Anfal dan At-Taubah sekaligus, sebagian ada yang mengatakan yang ke-tujuh surah Yunus.
2. Al-Miun : yaitu surah-surah yang ayat-ayatnya lebih dari seratur atau sekitar itu.
3. Al-Masani : yaitu surah-surah yang jumlah ayatnya dibawah Al-Miun. Dinamakan Masani, karena surah itu diulang-ulang bacaannya lebih bnayak dari At-Tiwal dan Al-Miun.
4. Al-Mufassal : yaitu surah yang dimulai dari surah Qaf, ada pula yang mengatakan dimulai dari surah Hujarat. Dinamai Mufassal karena banyaknya pemisahan fasl (pemisahan) dinatara surah-surah tersebut dengan basmallah. Mufassal dibagi menjadi tiga :
a. Mufassal Tiwal : dimulai dari surah Qaf atau hujurat sampai dengan Amma atau Buruj.
b. Mufassal Ausat : dimulai dari Amma atau Buruj sampai dengan Duha atau Lam Yakun.
c. Mufassal qisar : dimulai dari Duha atau Lam Yakun sampai dengan surah terakhir (An-Naas).
Rasm Usmani
Yang dimaksud dengan rasm Usmani adalah bentuk tulisan (khot) Al-Quran hasil kerja beberapa sahabat Nabi pilihan dalam suatu panitia penyalin mushaf Al-Quran yang diketuai oleh Zaid Bin Tsabit atas penunjukan Khalifah Usman. Mengenai penulisan Al-Quran dengan rasm Usmani ini ada beberapa pendapat :
1. Rasm (bentuk tulisan) dalam mushaf Usmani adalah taufiqi yang wajib dipakai dalam penulisan Al-Quran. Ini pendapat Ibnul Mubarak dan gurunya Abdul Azis ad-Dabbag.
2. Rasm Usmani bukan taufiqi, tapi cara penulisan yang diterima dan menjadi Ijma umat dan wajib menjadi pegangan seluruh umat dan tidak boleh menyalahinya.
3. Rasm Usmani hanyalah istilah dan tatacara. Tidak ada dalil agama yang mewajibkan umat mengikuti satu rasm tertentu dan tidak ada salahnya jika menyalahi bila orang telah mempergunakan rasm tertentu untuk imla dan rasm itu tersiar luas diantara mereka. Ini adalah pendapat Abu Bakar Al-Baqalani.
Jumhur ulama, diantaranya Imam Malik, Imam Ahmad melarang penulisan Al-Quran yang menyalahi rasm Usmani.
Ijam (penambahan tanda titik, dll) Rasm Usmani
Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga tidak memerlukan syakal, harokat dan titik. Ketika Islam sudah menyebar keluar jazirah Arab dan bahasa Arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran dengan bahasa non Arab, maka para penguasa merasa pentingnya ada perbaikan penulisan mushaf dengan syakal, titik, harokat dan lain lain yang dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal ini adalah Abul Aswad Ad-Duali, peletak pertama dasar-dasar kaidah bahasa Arab atas petunjuk Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
Perbaikan rasm Usmani berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal berupa titik : fathah berupa satu titik diatas awal huruf, dammah berupa satu titik diatas akhir huruf dan kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf dan itulah yang dilakukan oleh Al-Khalil. Perubahan itu adalah fathah adalah dengan tanda sempang diatas huruf, dammah dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda serupa (double). Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan warna merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin sebelum huruf ba diberi tanda iqlab ber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar